Tuesday, January 5, 2016

UPAYA BELA NEGARA

BELA NEGARA, TAPI BUKAN TENTARA
TARGET 100 JUTA KADER BELA NEGARA DALAM 10 TAHUN DINILAI SULIT DIPAHAMI. PEMBANGUNAN PUSDIKLAT DI RUMPIN, BOGOR, DIKEBUT.

      SEJUMLAH  truk molen (concrete mixer) bergantian menuangkan se­ men cor pada bangunan bertingkat yang konstruksinya sedang digarap ratusan pekerja. Sebagian di antara mereka si­ buk mengerjakan fondasi di sekeliling gedung, yang baru sampai lantai dua,. Di sebelah proyek dua gedung—rencana­ nya hanya tiga lantaiitu, sejumlah alat berat sedang dioperasikan para teknisi untuk membuat sarana olahraga. Buldoser merapikan tanah yang kelak menjadi lapangan sepak bola, sementara mesin penggilas meratakan lintas­ an atletik yang mengelilingi lapangan.

      Bangunan itu bakal menjadi mess pelatih, staf, serta karyawan Pusat Pendidikan dan Pela­ tihan Bela Negara Kementerian Pertahanan RI. Di area pusdiklat yang berlokasi di Pabuaran, Desa Cibodas, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tersebut, rencananya juga akan didirikan asrama untuk peserta program bela negara. Selain asrama putra ­p utri, di lahan seluas 7 hektare yang dikelilingi perkebunan karet PT Pintu gerbang menuju Pusdiklat Bela Negara di Rumpin, Bogor. Melintasi perkebunan karet.

   
      Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu (tengah) didampingi Direktur Bela Negara Direktorat Jenderal  Potensi Pertahanan Laksamana Pertama TNI M. Faizal (kanan) menjelaskan soal program bela negara di gedung Kemenhan, Jakarta, Senin (12/10).  dicanangkan pemerintah mulai tahun ini. Pada 2015, Kemenhan akan membentuk 4.500 kader pembina bela negara di 45 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Program itu rencananya akan diresmikan pekan ini. Setelah membentuk kader pembina, pada tahun depan Kemenhan akan menggelar pro­ gram kader bela negara.

       Targetnya, menurut Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, mulai 2016, dalam 10 tahun, 100 juta orang bisa mengikuti program yang akan diwajibkan bagi warga negara berusia 50 tahun ke bawah tersebut. Ryamizard berpatokan pada aturan bela negara dalam Undang ­U ndang Dasar 1945 dan Undang ­Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

JADI (BELA NEGARA) BUKAN SEMATA UNTUK (SIAP) BERPERANG.

       “Ini (program) menumbuh kembangkan cinta Tanah Air, rela berkorban, berupa latihan fisik dan psikis. Batasan umur 50 ke bawah, ini never ending process, sejak (usia) PAUD hingga perguruan tinggi,” ujar mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu di kantor Kemenhan, Jakarta Pusat, Senin, 12 Oktober lalu. Namun, alih ­alih mendapat dukungan, belum juga dicanangkan, program itu sudah mendapat tentangan kiri kanan. Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Tubagus Hasanuddin, menyebut rencana membentuk 100 juta kader bela negara dalam 10 tahun sulit dipahami. Jika itu targetnya, dalam satu tahun akan ada pelatihan bagi 10 juta orang atau sekitar 830 ribu warga per bulan. Jumlah itu sangat tidak sebanding dengan sarana pelatihan Kemenhan, yang hanya mampu menampung sekitar 600 orang. Belum lagi biaya melatih 100 juta kader itu. “Seandainya dalam 5 tahun dilatih 50 juta orang, kalau biaya per orang Rp 10 juta, butuh anggaran Rp 500 triliun. Itu uang dari mana?” tutur politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini. Menurut dia, kewajiban warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara me­mang diatur dalam UUD 1945, yakni Pasal 30 Ayat 1. Namun, dalam ayat 5 pasal yang sama disebutkan bahwa keikutsertaan warga negara dalam usaha tersebut akan diatur dalam un­ dang ­undang.

      Hal yang sama terdapat dalam Undang ­Undang Pertahanan Negara Pasal 9 ayat 3, yang menyebutkan bahwa ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan undang ­ un dang. Nah, masalahnya, Indonesia belum memiliki UU Bela Negara serta peraturan pendukung­ nya, misalnya peraturan presiden atau kepu­ tusan presiden. “Pemerintah belum pernah membicarakan soal ini dengan DPR,” ucap Hasanuddin saat dihubungi Selasa pekan lalu. Ia menilai kegiatan Pramuka atau pelatihan kewiraan juga sudah menumbuhkan rasa cinta Tanah Air serta kesigapan membantu saat negara mengalami bencana. “Itu juga bagian dari bela negara. Jadi (bela negara) bukan semata untuk (siap) berperang,” katanya. Senada dengan Hasanuddin, Koalisi Masya­ rakat Sipil menilai program bela negara lebih te­ pat jika dijalankan Kementerian Pendidikan jika Tubagus Hasanuddin dan Al Araf konteksnya menumbuhkan rasa nasionalisme. Seperti melalui pendidikan kewarganegaraan dan memaksimalkan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, seperti Pramuka, Palang Merah Remaja, atau Pasukan Pengibar Bendera.

       Juru bicara koalisi, yang juga Direktur Impar­ sial, Al Araf, menilai program bela negara akan membebani anggaran pertahanan negara jika dilaksanakan Kemenhan. Sebab, di sisi lain, anggaran untuk penguatan alat utama sistem persenjataan masih terbatas. Indonesia baru bisa mewujudkan kekuatan militer minimal (minimum essential force) pada 2024. “Sementara itu, kesejahteraan prajurit masih sangat kurang,” ujar Araf di Jakarta, Rabu, 14 Oktober lalu. Araf juga meminta, bela negara tidak ditafsir­ kan sebagai bentuk militerisasi sipil, melainkan bentuk peran serta masyarakat dalam membangun serta menghadapi berbagai macam persoalan bangsa. “Aktivis lingkungan dan aktivis antikorupsi juga bagian dari membela negara,” tuturnya. Direktur Bela Negara Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kemenhan Laksamana Pertama TNI Muhammad Faizal menampik Anggota Pramuka berbaris saat pembukaan sebuah jambore daerah. Pramuka juga dianggap salah satu kegiatan bela negara.  anggapan bahwa bela negara merupakan upaya militerisasi sipil.

         Bela negara, ujarnya, merupakan kegiatan untuk menumbuhkan kecintaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Orang salahnya, bela negara dianggap kegiatan seperti militer,” ucapnya. Kecintaan terhadap NKRI akan membuat warga negara tanggap terhadap berbagai ancaman, seperti bahaya narkoba. “Ini bagian dari revolusi men­ tal,” kata Faizal. Ia menyebut program bela negara baru akan dilaksanakan dalam skala nasional tahun ini, meski secara terbatas sudah dilakukan 15 ­2 0 tahun lalu. Tidak hanya di Pusdiklat Kemenhan, pelatihan juga bakal digelar di satuan satuan pendidikan TNI, Resimen Induk Komando Daerah Militer atau batalion, bekerja sama dengan pemerintah daerah.

        Meski hal itu masih banyak dipertanyakan, Kemenhan tak surut melangkah. Apalagi de­ sain induk (grand design) program pembinaan kesadaran bela negara (PKBN) dirancang sejak awal tahun ini. “Harapannya, akan ditetapkan dalam keputusan presiden. Jadi akan menjadi acuan kementerian dan lembaga dalam me­ laksanakan PKBN,” ujar perwira TNI Angkatan Laut itu.


No comments:

Post a Comment