Tuesday, January 5, 2016

TV kabel di Indonesia

PERANG TV KABEL

     Indah belum satu bulan ber- langganan televisi kabel. Karyawati dengan tiga anak ini belum me- nguasai betul fitur-fitur yang ada di layanan yang ia bayar karena niat utamanya sebenarnya berlangganan Internet cepat. Saat membicarakan sebuah acara televisi yang sudah diputar beberapa hari sebelum- nya, seorang kerabat mengambil remote con- trol dan acara yang dimaksud tiba-tiba saja muncul di layar kaca. “Lo, ternyata bisa menonton acara yang sudah lewat?” ujar Indah
     
       Televisi berbayar yang menggunakan ja- ringan kabel—bukan satelit dengan antena parabola—memang lebih interaktif. Penonton lebih berperan, termasuk memutar kembali acara-acara yang sudah lewat dengan hanya sekali klik. Televisi yang dilanggani Reni itu adalah Indi- Home milik Telkom dan ini bukan satu-satunya yang bertempur di pasar televisi kabel. Grup MNC, yang memiliki televisi berbayar satelit paling awal, mengoperasikan Play Media. Yang terbaru, Grup Sinar Mas bekerja sama Seorang eksekutif Play Media dengan perusahaan Singapura membuat cap My Republic TV.

        Pertumbuhannya cukup bagus. Koordinator Kreatif dan Pemasaran IndiHome Bambang Elf mengatakan pertumbuhan jumlah pelanggan TV kabel setiap tahunnya di Indonesia cukup kencang. “Mencapai 100 ribu pelanggan,” katanya. My Republic, yang belum setahun beroperasi, sudah meraih belasan ribu pelanggan. “Ini dalam rentang waktu 4 bulan saja,” kata General Manager Marketing and Communication My Republic Winnie Soelarso.

       Kelebihan utama televisi kabel, dibanding TV satelit, memang fitur interaktifnya itu. Se- lain itu, jumlah saluran televisi kabel bisa se- banyak-banyaknya. Jumlah saluran di televisi satelit dibatasi lebar frekuensi. Jika kualitas hendak ditingkatkan menjadi high definition (HD), yang jauh lebih tajam, jumlah saluran mesti dikurangi. “Kalau TV kabel terserah kita,” ucap Winnie. Tapi, dari sisi bisnis, jangkauan televisi kabel tidak seluas layanan menggunakan satelit. Televisi satelit bisa menjangkau di wilayah mana pun selama masih di bawah langit. Tapi televisi kabel berbeda, butuh infrastruktur, butuh kabel yang diulur. “Akhirnya terkotak. Kami hanya bermain di kota besar dan second city atau kecamatan,” kata Winnie.

        Karena pasar televisi berbayar via satelit mencakup seluruh wilayah Indonesia, pasar nya sangat luar biasa besar. Saat ini ada sekitar 70 juta rumah tangga Indonesia. Jika separuhnya saja menjadi pelanggan televisi satelit, jumlah itu merupakan pasar yang besar. “Jadi sekitar 30 juta keluarga jadi kue mereka,” tutur Winnie. Jika hanya bersaing dalam urusan acara atau saluran televisi, televisi kabel kesulitan bersaing melawan televisi satelit. Maka sejumlah jurus dimainkan. Pertama, keunggulan
teknologi, di antaranya bisa menonton film yang sudah diputar.
        Maka mereka menjual paket televisi berbayar ini dengan layanan Internet supercepat menggunakan jaringan serat optik. “Ini menjadi kekuatan kita,” ucapnya. Hal yang sama diungkapkan Ade Tjendra, Commercial Director PT MNC Kabel Mediacom, yang mengoperasikan Play Media. “Saat kami memasang kabel, tidak hanya kasih servis TV, tapi juga Internet,” tuturnya. Itu sebabnya, peluang berkembang Internet kabel di Indonesia besar karena masih sangat sedikit rumah yang berlangganan. “Di Indo- nesia, fixed broadband saja baru 5 persen,” katanya. “Jadi potensinya masih besar, bisnis- nya masih besar untuk berkembang.” Dari sisi biaya investasi, persaingan dengan televisi satelit sebenarnya malah tidak berbe- da banyak. Menurut Winnie, mereka memang mesti mengeluarkan dana untuk mengulur kabel.

        Tapi televisi satelit bukan tanpa infratruktur yang mahal. Mereka butuh biaya besar untuk sewa satelit. “Itu belanja yang besar di awal,” ucapnya. Ia mengungkapkan, biaya menyewa satelit selama 15 tahun sebesar US$ 200-300 juta (Rp 3-4,5 triliun). Sedangkan untuk televisi kabel, rata-rata satu sambungan kabel mem- butuhkan biaya US$ 100-400 (Rp 1,5-6 juta), tergantung kepadatan penduduknya. Untuk menutupi biaya itu, operator televisi kabel mendapatkan pemasukan dari iuran pelanggan televisi, pelayanan Internet, serta iklan.


          Untuk menekan biaya infrastruktur, mereka mencari wilayah dengan kepadatan tinggi, seperti Jakarta atau perumahan-perumahan di pinggiran. Itu sebabnya, persaingan mereka pun terjadi di kota-kota besar. Semua ber- main di Jabodetabek serta kota besar, seperti Surabaya atau Medan. Namun Play Media terus terang menga- takan belum mau investasi sampai Papua. “Kultur dan kebutuhan Internet di sana belum begitu besar,” ucap Ade.

No comments:

Post a Comment