Monday, July 18, 2016


Apa itu Social Media Tsu
Tsu atau Tsu.co adalah jejaring sosial atau sosial media baru, Jejaring sosial Tsu ini dibuat oleh wirausahawan teknologi yang berasal dari New York dan didirikan tahun 2013, beberapa pendiri Tsu atau Tsu.co diantaranya adalah Sebastian Sobczak, Drew Ginsburg, Thibault Boullenger dan Jonathan Lewin. Meski begitu situsnya baru diluncurkan tanggal 14 Oktober 2014.


Tsu atau Tsu.co berbeda dengan jejaring sosial lainnya seperti yang telah ada sebelumnya seperti Facebook, Twitter, Instagram dan lain-lain karena
 Tsu akanmembagikan 90% penghasilan yang diperoleh dari iklan yang ditampilkan di situs Tsu untuk penggunanya atau istilahnya membagikan royalti, semakin aktif seorang pengguna di  jejaring sosial Tsu, maka semakin banyak royalti yang didapatkan.

Meski Tsu baru diluncurkan tanggal 14 Oktober 2014 namun perkembangannya sangan cepat bahkan penggunanya sekarang sudah mencapai jutaan, dibulan pertama saja tercatat sudah sejuta pengguna yang mendaftar, bandingkan dengan jejaring sosial yang lain yang membutuhkan waktu 2,5 bulan sampai 24 bulan untuk bisa mencapai satu juta pengguna. bahkan infonya udah banyak artis lho yang ikut bergabung di Tsu seperti bintang NBA, bintang NFL dan juga group band seperti Gun & Roses.

Berikut beberapa kelebihan Tsu dibanding Jejaring Sosial lain:


1.      Free Register (Pendaftaran Gratis) dengan proses yang mudah dan simple karena fitur Aboard.
2.     Konten yang kita buat akan mendapatkan royalti atau bagi hasil berupa dollar dari Tsu.
3.     Ada fitur Add Friend dan juga Follow, jadi gak perlu khawatir gak punya Follower, kan bisa add friend sebagai gantinya hehe.
4.     Ada menu Analityc untuk memudahkan memantau dan membandingkan page view post, like, comment dan follower tiap harinya.
5.     Ada menu Bank yang berisi rincian pembagian royalti yang kita dapatkan dari Tsu tiap harinya.
6.     Menu Family Tree untuk memantau siapa-siapa yang mendapaftar lewat akun Tsu kita.
7.     Sudah disediakan aplikasi untuk Android dan Apple biar lebih mudah berTsu ria lewat smartphone.
8.     Dan masih banyak lagi yang lainnya...

Nah sudah tahukan
 apa itu sosial media Tsu? tertarik untuk bergabung? langsung aja klik tombol pendaftaran di bawah ini


di : www.tsu.co/johanson_



isikan nama, username, password, email, jenis kelamin dan tanggal lahir kemudian klik
 Join & Complete Profile. atau jika ingin lebih lengkap baca panduan cara mendaftar (membuat akun) Tsu.

Selamat mencoba dan Semoga Berhasil...

tsu.co media sosial yang memberi bayaran kepada penggunanya


Tips Cepat Mendapat Uang / Dollar di Jejaring Sosial TSU

Apa yang harus dilakukan setelah mendaftar di Tsu, agar cepat mendapat uang ?

1. Login ke TSU :
masuk ke menu Settings, lengkapi data anda, isi Profile Picture dan Cover Picture (sekarang banyak yang gak mau berteman kalau gak ada foto Profile), atur Privacy Settings anda terutama "Accept Tsá¿¡ peer-to-peer payments" (kasih tanda centang).



2. Bukalah Menu Discover Users :
 anda bisa Follow beberapa orang yang ada sukai, kemudian Follow orang2 yang kira2 aktif di TSU (maksimal 1000 orang). Mulai cari temen dengan meng- add orang yang anda sukai, jumlah temen dibatasi maksimal 5000 orang (batas limit add 50 orang). 


3. Mulailah melakukan aktifitas :
dengan men "Share" gambar/ konten yang di unggah orang lain yang kita anggap bagus (maksimal 8x share per hari) ini sumber $$$. Mulai update status/ unggah gambar, pilih yang bagus sehingga menarik orang lain untuk men"Share"nya (maksimal 24x per hari) ini lumbung $$$,, lakukan ini sampai batas limit. Aktif juga untuk melakukan Like dan komen (batas limit 1000 like/ hari).


4. Kembangkan Jaringan (Family Tree) Anda :
ini yang terpenting karena tanpa mengembangkan "Family Tree" jangan bermimpi untuk mendapat $$$ banyak, caranya bisa mengajak temen2 anda untuk bergabung di TSU tentu melalui link anda (link anda https://www.tsu.co/ username anda) atau anda juga bisa pasang iklan di Group2 FB, Twittwr, Google+, yahoo dll.


APA ITU ALGORITMA TSU ?

Algoritma Tsu secara otomatis melacak tindakan, dan mendistribusikan pendapatan kepada pemakai (Family Tree) dengan tepat.


SEBAGAI CONTOH: 
Pengguna A mengundang B; B mengajak C, dan C mengajak D.
Misalnya si D memuat konten yang bagus dan menghasilkan $ 100 maka 10% ($10) akan masuk ke perusaan (TSU) dan sisanya 90% ($90) didistribusikan ke Jaringan (Family Tree) dengan pembagian sebagai berikut : si D sebagai pembuat konten akan mendapat 45% dari $90 = $45 ; si C akan mendapat 33,3% dari $90 = $29,7 ; si B akan mendapat 11,1% dari $90 = $9,99 dan si A akan mendapat 3,70% dari $90 = $3,33



Jadi kesimpulannya: jaringan (Family Tree) yang paling menetukan banyak dikitnya $$$ yang kita peroleh, makanya rekrut sebanyak2nya melalui link anda, kalau tidak sama aja anda kerja sendiri padahal kekuatan kita ada di "FAMILY TREE" Salam sukses.  




"TSU" (gabungan FB dengan Twitter)
=============================
TSU, adalah JEJARING SOSIAL Generasi ke 3
Disini semua aktifitas anda akan dihitung; like, komen, update status, unggah gambar, video dll ada nilainya dan dibayar (karena 90% keuntungan TSU dibagi ke pengguna).
==============================
CARA UNTUK DAPAT DOLLAR DI TSU
Setelah daftar masuk ke menu Settings lengkapi data diri anda isi Profile Picture dan Cover Picture. Selanjutnya cari Teman dan Follower sebanyak2nya. Usahakan aktif di TSU dengan: 8 Share per hari dan 24 Post per hari (updite status/ unggah gambar). Kemudian kembangkan jaringan (Family tree) dengan mengajak teman2 anda bergabung, atau bisa pasang iklan di Group2 FB, Twittwr, Google+, yahoo dll, tentu dengan link anda. TSU adalah nyata dan akan membayar anda ke depan, mari ambil peluang ini dan investasikan sedikit waktu luang anda untuk mempromosikan TSU. "Semoga kita sukses bersama"


Tuesday, January 5, 2016

UPAYA BELA NEGARA

BELA NEGARA, TAPI BUKAN TENTARA
TARGET 100 JUTA KADER BELA NEGARA DALAM 10 TAHUN DINILAI SULIT DIPAHAMI. PEMBANGUNAN PUSDIKLAT DI RUMPIN, BOGOR, DIKEBUT.

      SEJUMLAH  truk molen (concrete mixer) bergantian menuangkan se­ men cor pada bangunan bertingkat yang konstruksinya sedang digarap ratusan pekerja. Sebagian di antara mereka si­ buk mengerjakan fondasi di sekeliling gedung, yang baru sampai lantai dua,. Di sebelah proyek dua gedung—rencana­ nya hanya tiga lantaiitu, sejumlah alat berat sedang dioperasikan para teknisi untuk membuat sarana olahraga. Buldoser merapikan tanah yang kelak menjadi lapangan sepak bola, sementara mesin penggilas meratakan lintas­ an atletik yang mengelilingi lapangan.

      Bangunan itu bakal menjadi mess pelatih, staf, serta karyawan Pusat Pendidikan dan Pela­ tihan Bela Negara Kementerian Pertahanan RI. Di area pusdiklat yang berlokasi di Pabuaran, Desa Cibodas, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tersebut, rencananya juga akan didirikan asrama untuk peserta program bela negara. Selain asrama putra ­p utri, di lahan seluas 7 hektare yang dikelilingi perkebunan karet PT Pintu gerbang menuju Pusdiklat Bela Negara di Rumpin, Bogor. Melintasi perkebunan karet.

   
      Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu (tengah) didampingi Direktur Bela Negara Direktorat Jenderal  Potensi Pertahanan Laksamana Pertama TNI M. Faizal (kanan) menjelaskan soal program bela negara di gedung Kemenhan, Jakarta, Senin (12/10).  dicanangkan pemerintah mulai tahun ini. Pada 2015, Kemenhan akan membentuk 4.500 kader pembina bela negara di 45 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Program itu rencananya akan diresmikan pekan ini. Setelah membentuk kader pembina, pada tahun depan Kemenhan akan menggelar pro­ gram kader bela negara.

       Targetnya, menurut Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, mulai 2016, dalam 10 tahun, 100 juta orang bisa mengikuti program yang akan diwajibkan bagi warga negara berusia 50 tahun ke bawah tersebut. Ryamizard berpatokan pada aturan bela negara dalam Undang ­U ndang Dasar 1945 dan Undang ­Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

JADI (BELA NEGARA) BUKAN SEMATA UNTUK (SIAP) BERPERANG.

       “Ini (program) menumbuh kembangkan cinta Tanah Air, rela berkorban, berupa latihan fisik dan psikis. Batasan umur 50 ke bawah, ini never ending process, sejak (usia) PAUD hingga perguruan tinggi,” ujar mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu di kantor Kemenhan, Jakarta Pusat, Senin, 12 Oktober lalu. Namun, alih ­alih mendapat dukungan, belum juga dicanangkan, program itu sudah mendapat tentangan kiri kanan. Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Tubagus Hasanuddin, menyebut rencana membentuk 100 juta kader bela negara dalam 10 tahun sulit dipahami. Jika itu targetnya, dalam satu tahun akan ada pelatihan bagi 10 juta orang atau sekitar 830 ribu warga per bulan. Jumlah itu sangat tidak sebanding dengan sarana pelatihan Kemenhan, yang hanya mampu menampung sekitar 600 orang. Belum lagi biaya melatih 100 juta kader itu. “Seandainya dalam 5 tahun dilatih 50 juta orang, kalau biaya per orang Rp 10 juta, butuh anggaran Rp 500 triliun. Itu uang dari mana?” tutur politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini. Menurut dia, kewajiban warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara me­mang diatur dalam UUD 1945, yakni Pasal 30 Ayat 1. Namun, dalam ayat 5 pasal yang sama disebutkan bahwa keikutsertaan warga negara dalam usaha tersebut akan diatur dalam un­ dang ­undang.

      Hal yang sama terdapat dalam Undang ­Undang Pertahanan Negara Pasal 9 ayat 3, yang menyebutkan bahwa ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan undang ­ un dang. Nah, masalahnya, Indonesia belum memiliki UU Bela Negara serta peraturan pendukung­ nya, misalnya peraturan presiden atau kepu­ tusan presiden. “Pemerintah belum pernah membicarakan soal ini dengan DPR,” ucap Hasanuddin saat dihubungi Selasa pekan lalu. Ia menilai kegiatan Pramuka atau pelatihan kewiraan juga sudah menumbuhkan rasa cinta Tanah Air serta kesigapan membantu saat negara mengalami bencana. “Itu juga bagian dari bela negara. Jadi (bela negara) bukan semata untuk (siap) berperang,” katanya. Senada dengan Hasanuddin, Koalisi Masya­ rakat Sipil menilai program bela negara lebih te­ pat jika dijalankan Kementerian Pendidikan jika Tubagus Hasanuddin dan Al Araf konteksnya menumbuhkan rasa nasionalisme. Seperti melalui pendidikan kewarganegaraan dan memaksimalkan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, seperti Pramuka, Palang Merah Remaja, atau Pasukan Pengibar Bendera.

       Juru bicara koalisi, yang juga Direktur Impar­ sial, Al Araf, menilai program bela negara akan membebani anggaran pertahanan negara jika dilaksanakan Kemenhan. Sebab, di sisi lain, anggaran untuk penguatan alat utama sistem persenjataan masih terbatas. Indonesia baru bisa mewujudkan kekuatan militer minimal (minimum essential force) pada 2024. “Sementara itu, kesejahteraan prajurit masih sangat kurang,” ujar Araf di Jakarta, Rabu, 14 Oktober lalu. Araf juga meminta, bela negara tidak ditafsir­ kan sebagai bentuk militerisasi sipil, melainkan bentuk peran serta masyarakat dalam membangun serta menghadapi berbagai macam persoalan bangsa. “Aktivis lingkungan dan aktivis antikorupsi juga bagian dari membela negara,” tuturnya. Direktur Bela Negara Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kemenhan Laksamana Pertama TNI Muhammad Faizal menampik Anggota Pramuka berbaris saat pembukaan sebuah jambore daerah. Pramuka juga dianggap salah satu kegiatan bela negara.  anggapan bahwa bela negara merupakan upaya militerisasi sipil.

         Bela negara, ujarnya, merupakan kegiatan untuk menumbuhkan kecintaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Orang salahnya, bela negara dianggap kegiatan seperti militer,” ucapnya. Kecintaan terhadap NKRI akan membuat warga negara tanggap terhadap berbagai ancaman, seperti bahaya narkoba. “Ini bagian dari revolusi men­ tal,” kata Faizal. Ia menyebut program bela negara baru akan dilaksanakan dalam skala nasional tahun ini, meski secara terbatas sudah dilakukan 15 ­2 0 tahun lalu. Tidak hanya di Pusdiklat Kemenhan, pelatihan juga bakal digelar di satuan satuan pendidikan TNI, Resimen Induk Komando Daerah Militer atau batalion, bekerja sama dengan pemerintah daerah.

        Meski hal itu masih banyak dipertanyakan, Kemenhan tak surut melangkah. Apalagi de­ sain induk (grand design) program pembinaan kesadaran bela negara (PKBN) dirancang sejak awal tahun ini. “Harapannya, akan ditetapkan dalam keputusan presiden. Jadi akan menjadi acuan kementerian dan lembaga dalam me­ laksanakan PKBN,” ujar perwira TNI Angkatan Laut itu.


Meningkatkan alutsista di 2 MATRA -TNI AL dan TNI AU

      MUSIBAH jatuhnya pesawat Hercules KC-130B TNI Angkatan Udara di kawasan Padang Bulan, Medan, pada Selasa, 30 Juni 2015, kembali membuka mata banyak kalangan peri- hal pentingnya memperbarui alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI. Meski dinyatakan laik terbang, usia Hercules yang jatuh di kawas- an pemukiman dan menewaskan lebih dari 120 orang itu dinilai sudah uzur. Pesawat angkut militer bernomor registrasi A-1310 tersebut diproduksi pada 1958. Pada 1960, pesawat yang aslinya merupakan pesawat angkut itu dimodifikasi menjadi varian tan- ker udara atau KC-130B sebelum dioperasikan mulai 18 April 1961. Tentara Indonesia mulai memakai pesawat itu pada 1964, masih pada era Presiden Sukarno. Hercules yang jatuh itu hanya satu dari peralatan militer TNI yang tergolong tua.

      Tengok data mengejutkan yang dirilis Center for Strategic and International Studies (CSIS). Operasi 52 persen alutsista TNI ternyata lebih dari 30 tahun. Per Desember 2014, TNI meng- operasikan 160 jenis alutsista, terdiri atas 64 persenjataan matra darat, 56 matra laut, dan akan difokuskan untuk membangun alutsista Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Berbagai permasalahan negara terkait per- batasan laut dan udara mendorong hal itu jadi prioritas. Hasanuddin memberi contoh masa- lah perairan Ambalat, Kalimantan Timur, yang berbatasan dengan Malaysia. “(Salah satu) proyeksinya untuk meningkatkan alutsista dan kinerja pasukan TNI AL dalam menjaga (laut) Ambalat,” tutur purnawirawan jenderal bintang dua itu. Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigadir Jenderal TNI Jundan Eko Bintoro

       Bersyukur apabila rencana pe- ningkatan anggaran pertahanan hingga Rp 200 triliun itu didukung DPR. “Ya, alhamdulillah. Artinya, kita melakukan percepatan menu- ju MEF,” ucap Jundan. Sejak 2010, anggaran pertahanan, termasuk untuk TNI, terus ditingkatkan. Seperti tahun lalu, anggarannya baru mencapai 0,89 persen dari produk domestik bruto (GDP) Indonesia. Tahun ini, dengan anggaran pertahanan total Rp 94,9 triliun, berarti meningkat, menjadi 0,9-1 persen dari GDP. Dengan peningkatan mencapai Rp 200 triliun, menurut Jundan, TNI lebih cepat mencapai ke- kuatan dasar minimal atau minimum essential forces (MEF).

      Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, ujar Jundan, juga selalu menekankan rencana men- capai kekuatan minimal itu dengan penambahan atau memodernisasi alutsista. Targetnya, MEF bisa dicapai pada 2024. Namun, melihat kebutuhan saat ini, penguatan alutsista men- desak dilakukan. Kebutuhan terutama untuk menghadapi ancaman nyata, seperti bencana alam, bukan lagi dalam bentuk ancaman perang konvensional. “Untuk (menangani bencana) itu, perlu mo- dernisasi TNI AU dengan menambah pesawat angkut, seperti C-17 atau helikopter sekelas Chinook,” kata Jundan. C-17 Globemaster III adalah jenis pesawat angkut militer buatan Boeing. Pesawat yang mampu mengangkut tank berat maupun helikopter itu dipakai oleh Angkatan Udara Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada.

       Adapun untuk TNI AL, menurut Jundan, akan diproyeksikan penguatan alutsista yang mendukung Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, yang dicanangkan Presiden Joko Wi- dodo. “Semisal helikopter antikapal selam dan menambah jumlah kapal (perang),” ujarnya. Begitupun Angkatan Darat, perlu ditambah dan dimodernisasi alutsistanya. Masalahnya, dari anggaran pertahanan RI saat ini, sekitar 35 persen masih dialokasikan untuk belanja pegawai. Pos ini termasuk penge- luaran gaji pegawai negeri sipil dan prajurit di Kementerian Pertahanan dan TNI. Sedangkan belanja modalnya hanya sekitar 32 persen dan belanja barang 26,17 persen. “Padahal belanja modal-lah yang harus dibesarkan karena di sini untuk kepentingan pembelian alutsista,” tutur Jundan. Meski anggaran pertahanan belum meningkat signifikan,

      TNI AU tetap mengajukan permohonan pengadaan pesawat angkut militer modern kepada Kementerian Pertahan- an. Menurut Kepala Staf TNI AU Marsekal Agus Supriatna, berdasarkan kajian pihaknya, dibutuhkan setidaknya empat pesawat sejenis Antonov An-70 buatan Rusia atau A-400M produksi Airbus di Prancis. A-400 M adalah pesawat angkut militer dengan empat turboprop. Satu batalion tempur bisa diangkut hanya dengan 3 atau 4 pesawat jenis ini. “Kalau pakai Hercules butuh minimal 9-10 pesawat,” Sementara itu, untuk pesawat tempur, TNI AU memerlukan Sukhoi Su-35 dan F-16 Viper untuk menggantikan skuadron F-5 TNI AU. Pengajuan itu masuk dalam Rencana Strategis TNI 2015-2019. Pengajuan juga termasuk peng adaan radar udara yang belum seluruhnya meng-cover seluruh wilayah Indonesia. Namun hal itu baru sebatas pengajuan. Mengenai kapan dan berapa yang bisa dipe- nuhi, Agus menyerahkan kepada Kementerian Pertahanan. Kendati begitu, pasca-musibah Hercules, ada komitmen DPR dengan TNI untuk membeli alutsista TNI yang baru, tidak lagi bekas.

       Apalagi ada perintah Presiden Jo- kowi untuk merombak manajemen dan sistem pengadaan alutsista TNI. “Selain (akan beli) baru, juga lengkap (terma- suk persenjataan),” kata Agus. Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Uni- versitas Padjadjaran, Bandung, Muradi menga- takan rencana anggaran pertahanan Rp 200 triliun itu baru 1,5 persen dari GDP. Angka itu baru bisa dicapai pada 2017. Di banyak negara, anggaran pertahanan normalnya 2,0 persen dari GDP. “(Anggaran pertahanan) kita paling rendah, setara dengan Laos dan Kamboja. Malah Vietnam di atas 4 persen dari GDP,” ujar Muradi. Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie juga menilai anggaran yang akan dicapai se- besar Rp 200 triliun itu hanya bisa menambah sedikit untuk pengadaan alutsista serta peneli- tian dan pengembangan teknologinya. “Dengan (angka Rp 200 triliun) itu baru 2 persen dari GDP. Idealnya 5 persen GDP, sesuai dengan perkembangan konstelasi kawasan,” demikian kata Direktur Indonesia Maritime

Studies tersebut. 

TV kabel di Indonesia

PERANG TV KABEL

     Indah belum satu bulan ber- langganan televisi kabel. Karyawati dengan tiga anak ini belum me- nguasai betul fitur-fitur yang ada di layanan yang ia bayar karena niat utamanya sebenarnya berlangganan Internet cepat. Saat membicarakan sebuah acara televisi yang sudah diputar beberapa hari sebelum- nya, seorang kerabat mengambil remote con- trol dan acara yang dimaksud tiba-tiba saja muncul di layar kaca. “Lo, ternyata bisa menonton acara yang sudah lewat?” ujar Indah
     
       Televisi berbayar yang menggunakan ja- ringan kabel—bukan satelit dengan antena parabola—memang lebih interaktif. Penonton lebih berperan, termasuk memutar kembali acara-acara yang sudah lewat dengan hanya sekali klik. Televisi yang dilanggani Reni itu adalah Indi- Home milik Telkom dan ini bukan satu-satunya yang bertempur di pasar televisi kabel. Grup MNC, yang memiliki televisi berbayar satelit paling awal, mengoperasikan Play Media. Yang terbaru, Grup Sinar Mas bekerja sama Seorang eksekutif Play Media dengan perusahaan Singapura membuat cap My Republic TV.

        Pertumbuhannya cukup bagus. Koordinator Kreatif dan Pemasaran IndiHome Bambang Elf mengatakan pertumbuhan jumlah pelanggan TV kabel setiap tahunnya di Indonesia cukup kencang. “Mencapai 100 ribu pelanggan,” katanya. My Republic, yang belum setahun beroperasi, sudah meraih belasan ribu pelanggan. “Ini dalam rentang waktu 4 bulan saja,” kata General Manager Marketing and Communication My Republic Winnie Soelarso.

       Kelebihan utama televisi kabel, dibanding TV satelit, memang fitur interaktifnya itu. Se- lain itu, jumlah saluran televisi kabel bisa se- banyak-banyaknya. Jumlah saluran di televisi satelit dibatasi lebar frekuensi. Jika kualitas hendak ditingkatkan menjadi high definition (HD), yang jauh lebih tajam, jumlah saluran mesti dikurangi. “Kalau TV kabel terserah kita,” ucap Winnie. Tapi, dari sisi bisnis, jangkauan televisi kabel tidak seluas layanan menggunakan satelit. Televisi satelit bisa menjangkau di wilayah mana pun selama masih di bawah langit. Tapi televisi kabel berbeda, butuh infrastruktur, butuh kabel yang diulur. “Akhirnya terkotak. Kami hanya bermain di kota besar dan second city atau kecamatan,” kata Winnie.

        Karena pasar televisi berbayar via satelit mencakup seluruh wilayah Indonesia, pasar nya sangat luar biasa besar. Saat ini ada sekitar 70 juta rumah tangga Indonesia. Jika separuhnya saja menjadi pelanggan televisi satelit, jumlah itu merupakan pasar yang besar. “Jadi sekitar 30 juta keluarga jadi kue mereka,” tutur Winnie. Jika hanya bersaing dalam urusan acara atau saluran televisi, televisi kabel kesulitan bersaing melawan televisi satelit. Maka sejumlah jurus dimainkan. Pertama, keunggulan
teknologi, di antaranya bisa menonton film yang sudah diputar.
        Maka mereka menjual paket televisi berbayar ini dengan layanan Internet supercepat menggunakan jaringan serat optik. “Ini menjadi kekuatan kita,” ucapnya. Hal yang sama diungkapkan Ade Tjendra, Commercial Director PT MNC Kabel Mediacom, yang mengoperasikan Play Media. “Saat kami memasang kabel, tidak hanya kasih servis TV, tapi juga Internet,” tuturnya. Itu sebabnya, peluang berkembang Internet kabel di Indonesia besar karena masih sangat sedikit rumah yang berlangganan. “Di Indo- nesia, fixed broadband saja baru 5 persen,” katanya. “Jadi potensinya masih besar, bisnis- nya masih besar untuk berkembang.” Dari sisi biaya investasi, persaingan dengan televisi satelit sebenarnya malah tidak berbe- da banyak. Menurut Winnie, mereka memang mesti mengeluarkan dana untuk mengulur kabel.

        Tapi televisi satelit bukan tanpa infratruktur yang mahal. Mereka butuh biaya besar untuk sewa satelit. “Itu belanja yang besar di awal,” ucapnya. Ia mengungkapkan, biaya menyewa satelit selama 15 tahun sebesar US$ 200-300 juta (Rp 3-4,5 triliun). Sedangkan untuk televisi kabel, rata-rata satu sambungan kabel mem- butuhkan biaya US$ 100-400 (Rp 1,5-6 juta), tergantung kepadatan penduduknya. Untuk menutupi biaya itu, operator televisi kabel mendapatkan pemasukan dari iuran pelanggan televisi, pelayanan Internet, serta iklan.


          Untuk menekan biaya infrastruktur, mereka mencari wilayah dengan kepadatan tinggi, seperti Jakarta atau perumahan-perumahan di pinggiran. Itu sebabnya, persaingan mereka pun terjadi di kota-kota besar. Semua ber- main di Jabodetabek serta kota besar, seperti Surabaya atau Medan. Namun Play Media terus terang menga- takan belum mau investasi sampai Papua. “Kultur dan kebutuhan Internet di sana belum begitu besar,” ucap Ade.

Generasi Digital

Generasi Digital

YANG ‘BEDA’
ANAK ZAMAN SEKARANG BEDA. TAK BISA DIASUH DENGAN CARA-CARA LAMA. BENARKAH?


      USIANYA baru 2 tahun. Tapi Shira sudah akrab dengan yang namanya komputer tablet. Tangan mungilnya mahir menyentuh tombol-tombol saat memainkan game favoritnya. Dia memang belum bisa membaca. Namun dia sudah hafal mana tombol untuk masuk ke dalam permainan dan mana tombol untuk keluar dari permainan.
      Anak zaman sekarang memang beda. Rasa- nya zaman dulu tak bisa lagi jadi tolok ukur anak-anak zaman sekarang. “Karena memang karakteristiknya juga beda,” ujar psikolog anak Elizabeth T. Santosa. Perempuan cantik yang akrab disapa Lizzie itu mengatakan anak-anak era digital memiliki karakteristik yang lebih kompleks. Salah satu yang paling menonjol adalah menyukai kepraktisan. Selain itu, anak-anak zaman sekarang memiliki ambisi besar, instan, cinta kebebasan, percaya diri, ingin diakui, dan menyukai hal-hal berbau digital serta teknologi informasi. Jadi jangan heran jika ada anak 5 tahun yang menyuruh orang tuanya menonton YouTube agar bisa mengetahui cara membuat kue atau penganan favoritnya. Dengan fakta-fakta itu, mau tak mau orang tua seakan di- wajibkan mengubah pola pengasuhan terhadap anak. Lizzie mengakui membesarkan anak di era digital bukan perkara mudah.
     Dunia Internet dengan segala macam keterbukaan bisa menjadi dunia kejam untuk siapa saja, apalagi anak-anak yang belum matang secara psikologis. Dan meskipun saat ini media sosial hanya boleh diakses untuk anak yang sudah berusia 13 tahun, ternyata banyak juga anak-anak yang belum genap 10 tahun sudah memiliki akun media sosial. Ada banyak sekali bahaya yang mengancam anak-anak dan remaja yang kecanduan media sosial. Salah satunya adalah anak-anak belum berpikir ke depan soal zona privasi yang bisa mengancamnya. Nah, di sinilah salah satu peran pendampingan orang tua. Mereka sebaiknya menyampaikan kepada anak-anak agar memahami bahwa mereka belum cukup umur untuk bergabung dengan media sosial. Dengan pendampingan orang tua, dunia Internet juga bisa memberi hal positif untuk anak-anak.
     Bahkan, melalui Internet, anak- anak bisa mengembangkan ide-ide kreatifnya. Jika orang tua tidak selalu bersama anak, Lizzie menyarankan agar orang tua merangkul dan memberi pemahaman kepada pengasuh untuk mengawasi kegiatan anak bersama Internet. “Mereka kan semacam perpanjangan ta- ngan orang tua untuk mendidik anak-anak,” kata Lizzie.
SEBAIKNYA TAK DILARANG
Mungkin karena tak ingin anaknya terkena dampak buruk Internet, banyak orang tua akhirnya melarang anak-anak bermain deng- an gadget. Namun, menurut Lizzie, larangan juga bukan tindakan bijak. Menurut dia, melarang anak-anak hanya akan membuat anak tertekan. Selain itu, anak- anak menjadi kurang berkembang. Padahal, dengan Internet, mereka bisa mendapatkan ide-ide brilian.
Lizzie pun menyarankan agar orang tua tidak melarang, tapi membatasi anak-anak bermain bersama gadget. Misalnya dengan membuat jadwal berapa jam dalam sehari boleh memegang gadget. “Atau bisa saja membuat kesepakatan deng- an anak, ka  p an waktu yang mereka inginkan, orang tua tinggal mengatur waktunya,” ujar penulis buku Raising Children in Digital Era itu.
     Psikolog Roslina Verauli juga sepakat bahwa gadget bisa menjadi media belajar untuk anak- anak. Namun orang tua sebaiknya memberi- kan gadget kepada anak-anak sesuai porsinya. Menurut Roslina, anak-anak sebaiknya ber- main gadget hanya satu sampai dua jam sehari. Jika lebih dari itu, anak-anak bisa kecanduan dan menyebabkan hal-hal yang merugikan. “Kalau lebih, berarti proses pembelajaran tidak tepat, jadi tidak sehat,” katanya. Roslina pun berharap para orang tua tidak menjadikan gadget sebagai babysitter dadak-an, meskipun orang tua tersebut sangat sibuk dan tidak ingin anaknya rewel. Orang tua sebaiknya tetap menyempatkan diri bermain bersama anak, entah itu sekadar membacakan cerita atau sekadar obrolan sebelum anak-anak tidur. “Percuma kalau belajar gadget tapi tidak ada supervisi dari orang tua. Nanti anak ha- nya akan bergantung pada gadget,” katanya. Seperti yang dilakukan Lulu, seorang ibu satu anak. Dia membiarkan anaknya bermain dengan tablet selama diawasi, baik olehnya
sendiri maupun pengasuh anak.
     Selain itu, Lulu menerapkan jam bersama  gadget untuk anaknya. Dalam sehari, anak Lulu, yang masih berusia 5 tahun, hanya boleh bermain gadget selama dua jam. “Sisanya, dia biasanya beraktivitas fisik, seperti bermain sepeda atau bola di halaman rumah,” katanya.

ADELINE WAHYU | KEN YUNITA

MAJALAH DETIK 19 - 25 OKTOBER 2015

Friday, January 1, 2016

MEGA PROYEK TANGGUL RAKSAKSA DI JAKARTA

MENGAMBIL UNTUNG DARI TANGGUL GIANT SEA WALL

     Adalah membuat tanggul raksasa di Teluk Jakarta. Tujuannya agar air laut tidak seenaknya menerjang Ibu Kota dan air dari daratan bisa dengan gampang mengalir. Tapi, jika hanya membuat tanggul, pemerintah tidak mendapatkan hasil apa pun. Itu sebabnya, kemudian muncul ide agar tanggul itu juga dijadikan kawasan baru dan diuruk. Biaya juga bisa ditanggung investor reklamasi itu.Tanggul  laut itu 34 kilometer, terpanjang di dunia. Danau buatan dan lahan reklamasi seluas sekitar 40 ribu hektare tercipta dari dam raksasa itu. Mulai dibangun awal 1990-an, tanggul itu dibuka untuk umum pada 2010. 

     Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pekan lalu mengunjungi tanggul raksasa di Korea Selatan bernama Saemangeum itu. Ia ingin menjadikan tanggul di Korea itu sebagai pembanding dengan rencana Giant Sea Wall di Teluk Jakarta. Satu hal langsung dilihat oleh wakil gubernur yang akrab dipanggil Ahok itu. Perbedaan utama tanggul itu dengan Giant Sea Wall adalah konsepnya. Tanggul di Saemangeum hanya untuk penahan ombak, sedangkan Giant Sea Wall di Jakarta juga dimanfaatkan untuk reservoir atau penampungan air tawar. “Beda sekali konsepnya,” kata Ahok. 

   Ide membangun tanggul raksasa datang dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak era Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso. Rencana awalnya, tanggul ini dibangun hanya untuk menahan ombak besar dan banjir yang datang dari arah utara Jakarta. Namun, setelah dibahas bersama pemerintah pusat, proyek ini akhirnya berkembang bukan hanya membangun tanggul. “Sekarang lebih dikembangkan,” ujar Bastary Pandji Indra, Direktur Pengembangan Kerja Sama Pemerintah dan Swasta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. Pemerintah menyebut proyek ini sebagai National Capital Integrated Coastal Development (NCICD). 

    Tanggul itu akan disertai reklamasi besar- besaran, menciptakan kota mandiri di sepanjang tanggul. Desain kota mandiri ini berbentuk garuda, burung legenda yang menjadi simbol Indonesia. Proyek NCICD fase pertama adalah pembangunan Giant Sea Wall. Tanggul ini Tukang perahu mencari Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara. Kawasan memiliki fungsi ganda. Pertama, air laut tak bisa masuk karena tanggulnya mencapai 6 meter dari permukaan air. Selain itu, tanggul membuat air tawar dari sungai-sungai yang bermuara di Teluk Jakarta tidak langsung ke laut. Air tawar ini bakal menjadi sumber bahan air baku untuk penduduk Ibu Kota. Kapasitas kolam air tawar ini mencapai 1 miliar meter kubik dengan luas 10 ribu hektare. Air ini diharap cukup untuk memasok kebutuhan warga DKI Jakarta hingga 2080. Pembangunan tanggul ini juga diikuti dengan reklamasi lahan untuk membangun fasilitas MRT sepanjang 11 kilometer dan jalan tol  yang menghubungkan Tangerang dan Bekasi sepanjang 43 kilometer. 

    Pembangunan tanggul ini juga disatukan dengan reklamasi 17 pulau di kawasan utara Jakarta seluas 3.000 hektare. Menurut Budi Karya Sumadi, Direktur PT Jakarta Propertindo, badan usaha milik pemerintah Jakarta yang menjadi koordinator reklamasi 17 pulau itu, “Reklamasi itu adalah usulan dari swasta yang dikoordinasi dan sudah ada delapan perusahaan pengembang properti yang menyatakan ikut.” Selain reklamasi 17 pulau dan Giant Sea Wall, nantinya juga dilakukan reklamasi seluas 1.000 hektare di sebelah timur dan seluas 900 hektare di sebelah barat Giant Sea Wall. Di sebelah timur Giant Sea Wall, yang mencakup kawasan Cilincing, Marunda, ke arah Tanjung Priok, akan dibangun pusat logistik dan fasilitas pelabuhan laut dalam. Di sebelah barat Giant Sea Wall akan dibangun kawasan komersial, seperti pusat jasa keuangan, jasa perdagangan, dan pariwisata. Proyek reklamasi yang hampir mencapai 5.000 hektare itu diperkirakan menelan biaya lebih dari Rp 250 triliun dan dilaksanakan pihak swasta. Proses reklamasi itu diperkirakan memakan waktu 10-20 tahun. Sedangkan pembangunan Giant Sea Wall dan fasilitas pendukungnya menjadi domain pemerintah. Dengan kata lain, sumber biayanya berasal dari kantong pemerintah. 

   Sumber pembiayaan pembangunan Giant Sea Wall menjadi masalah tersendiri bagi pemerintah. Sebab, menurut Asisten Pembangunan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Wiriyatmoko, anggaran pemerintah daerah, misalnya APBD DKI Jakarta, tidak akan mampu membiayai pembangunan Giant Sea Wall. Selain itu, jika dikombinasikan dengan dana APBN, dikhawatirkan akan memicu masalah karena pembangunan itu hanya untuk kepentingan Kota Jakarta, bukan Indonesia. “Jadi sebaiknya, setelah reklamasi selesai, baru kita ng o m o ngin  soal Giant Sea Wall,” ujarnya. Menurut Wiriyatmoko, pihak swasta yang ikut dalam reklamasi bisa saja diminta terlibat dalam pembangunan Giant Sea Wall, misalnya dengan membentuk konsorsium. Namun keterlibatan swasta ini baru dilakukan setelah mereka sudah balik modal.


BANDARA ALI SADIKIN JAKARTA


BANDARA ALI SADIKIN MASUK TAHAP KETIGA, SETELAH PROYEK REKLAMASI GIANT SEA WALL SELESAI.


   Ali Sadikin International Airport namanya. Mantan  Gubernur Jakarta ini dipandang lebih bagus daripada yang semula, Bandara Si Pitung, yang diambil dari tokoh legendaris Betawi. Meski namanya sudah berganti, bandara ini masih di awang-awang. Proyeknya masih jauh dan belum jelas kapan dibuat. Desainnya seperti apa juga belum bisa dipastikan karena masuk tahap C alias proyek yang dibuat setelah reklamasi Giant Sea Wall kelar.

  Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Andi Baso Mappapoleonro memberi ancar-ancar bahwa bandara itu akan menem- pati lahan 400 hektare. Lahannya reklamasi juga, tapi di luar garis Giant Sea Wall, yang berbentuk Garuda. “Area reklamasi nanti akan dijadikan pelabuhan air dan bandar udara,” ucap Andi Baso. Jika jadi dibuat, bandara ini bakal meleng- kapi lapangan udara komersial di Jakarta dan sekitarnya. Saat ini sudah ada Soekarno-Hatta di Cengkareng dan Halim Perdanakusuma di Jakarta Timur. Pemerintah juga sudah bersiap membangun bandara baru di Karawang, Jawa Barat. 

   Bandara Soekarno-Hatta saat ini sudah terla- lu padat. Setiap satu atau dua menit akan tampak dua pesawat mendarat hampir bersamaan di dua landasan paralel. Bandara itu dirancang untuk melayani 38 juta penumpang per tahun, tapi sekarang sudah melayani lebih dari 60 juta orang. “Tahun 2030 menjadi 150 juta penum - pan g setahun,” kata Direktur Kebandarudaraan Direktorat Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Bambang Tjahyono. 
  
    Pemerintah kemudian menggagas bandara baru di Karawang. Saat ini bandara Karawang tinggal menunggu pengesahan penyesuai- an terhadap rancangan tata ruang dan tata wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat. “Kalau RTRW Karawang sudah tidak ada masalah,” ucap Bambang. Di saat proses ini, ide Bandara Ali Sadikin muncul. Meski begitu, pemerintah pusat be- lum juga mendapat usulan resminya. Deputi Infrastruktur Sarana dan Prasarana Kemen- terian Koordinator Perekonomian Luky Eko Wuryanto juga mengaku tak tahu-menahu soal proyek bandara itu. “Tanya ke Dirjen Per- hubungan Udara saja,” ucapnya. Kementerian Perhubungan juga belum men- erima proposal pembuatan bandara itu. “Hingga detik ini saya belum menerima usulan itu di meja saya,” ujar Bambang. 

   Meski ada rencana pembangunan bandara di Karawang, Ando Baso mengatakan mereka masih tetap memiliki peluang. “Kalau pemerintah pusat mau Karawang, ya silakan,” katanya. “Tapi kan Karawang itu sawah (yang mesti di- alihfungsikan).” Proyek bandara ini sebenarnya tidak masuk satu paket dengan Giant Sea Wall, yang masuk tahap B, yang dalam masterplan sementara diharap selesai pada 2022. Proyek bandara ini masuk tahap C. Dalam tahap ini, selain bandara, dibangun pelabuhan baru dan Kawasan Ekono- mi Khusus (KEK) Marunda. “Jadi barang-barang dari KEK itu dari sini didistribusikan ke seluruh Nusantara ataupun diekspor ke penjuru dunia, tidak usah lagi ke (bandara) Cengkareng atau ke (bandara) Karawang tadi,” ucap Andi Baso. 
  
   Andi Baso mengatakan kajian konsultan proyek reklamasi pantai utara Jakarta itu sudah menggambarkan tentang di mana letak banda- ranya, tapi titik koordinatnya belum ditetap- kan. “Koordinatnya belum, detail pemanfaatan ruangnya juga belum,” ucapnya. Karena proyek ini belum jelas, soal dana juga belum pasti. “Konsepnya baru kita matang- kan, jadi menunggu pre-feasibility study dulu,” katanya. Yang jelas, pembiayaan akan melibat-kan swasta karena membutuhkan dana yang sangat besar. “Kalau semua memakai APBN, provinsi lain pasti cemburu.” Bandara ini juga diperkirakan tidak akan mengganggu lalu lintas udara bandara lain. 

    Sudut landasan pesawat akan dihitung dengan cermat, sehingga tidak mengganggu lalu lintas di bandara lain. “Itu mereka (konsultan Be- landa) sudah menghitung, dan nanti kalau jadi kan dibuatkan detailnya. Nanti bekerja sama dengan Dirjen Perhubungan Udara,” ucapnya.

Kementerian Perhubungan juga menyatakan, secara teknis lalu lintas udara, dimungkin- kan membuat bandara di sekitar Teluk Jakarta. “Sepanjang kajian masih bisa dipertanggung- jawabkan, itu sah-sah saja,” kata Bambang. Andi Baso menyatakan sudah ada swasta yang berminat menjadi kontraktor. “Sudah ada yang datang, ada beberapa,” ucapnya. Ia menyebut Wiratman and Associates dan partnernya, Fuhai dari Tiongkok. Bahkan Grup Artha Graha juga sudah menyatakan kesiapannya turut ikut dalam pembangunan tersebut. 

   Tapi Wiratman and Associates mengatakan mereka belum pernah membawa usulan untuk membangun bandara. Juru bicara Wiratman, Yulianto, mengatakan, “Karena usulan itu pasti memerlukan kajian tersendiri secara teknis.” Sejauh ini, ujar dia, pihaknya belum melakukan kajian apa pun tentang proyek itu. Namun, secara finansial, apabila diminta ikut dalam proyek itu, pihaknya siap. “Apabila kami diminta, secara teknis finansial kami siap,” ucapnya.