GIANT
SEA WALL
SALAH satu situs jual-beli
rumah menawarkan hunian di kompleks real estate mewah. Lahan rumah itu
tidak terlalu spektakuler, hanya 424 meter persegi. Banyak rumah di
perkampungan yang lahannya seluas ini. Tapi lihat fasilitas rumah itu: furnitur
di dalamnya dari kayu mahoni dan jati. Ada helipad, mungkin agar penghuninya
tak perlu didera kecemasan bakal kena macet. Dan—kelebihan rumah-rumah di
kompleks itu—ada dermaga kapal pesiarnya. Harga rumah dengan helipad dan
dermaga kapal itu Rp 33 miliar.
Kompleksnya bernama Pantai Mutiara, terletak di dekat pembangkit listrik Muara
Karang. Perumahan ini dibangun di atas tanah urukan atau reklamasi. Reklamasi
Pantai Mutiara ini bukan yang terakhir di Teluk Jakarta, malah bakal ditambah
17 pulau buatan lain dan salah satunya bakal digarap perusahaan yang menguruk
lahan untuk Pantai Mutiara, yaitu PT Intiland Development. “Proyek (reklamasi)
ini adalah extend dari proyek kami sebelumnya, yaitu Pantai Mutiara,”
ujar Direktur Pengelolaan Investasi dan Modal
Intiland, Archied
Noto Pradono. Pulau buatan di atas lahan urukan sebanyak 17 itu bagian dari
proyek Giant Sea Wall, pembangun tanggul raksasa di Teluk Jakarta. Di tanggul
itu bakal dibangun kompleks properti baru dengan desain menyerupai garuda yang
sedang mengepakkan sayap. Sebanyak 17 pulau buatan akan berdiri di Teluk
Jakarta dan salah satunya bakal dibangun oleh Intiland. Intiland tertarik ikut
menggarap pulau buatan itu karena, selain berpengalaman, menjanjikan untuk
pengembangan bisnis properti di kawasan utara Jakarta. Apalagi, selain Pantai
Mutiara, mereka memiliki Apartemen Regatta. Karena itu, ketimbang mencari lahan
baru untuk membangun dan mengembangkan properti, Intiland memilih membangun di
lokasi yang sudah memiliki basis pasar. “Kalau reklamasi, kita punya lahan
sudah jelas dan lebih cepat daripada bebasin tanah, dan lokasinya
strategis di Jakarta,” kata Archied. Untuk menjalankan proyek ini, Intiland
menyiapkan dana Rp 7,5 triliun untuk salah satu pulau buatan seluas 63 hektare.
Menurut Archied, investasi diperkirakan baru balik modal setelah 10 tahun.
Namun Archied belum bisa memastikan berapa besar porsi untuk reklamasi maupun
pembangunan fisik dari total dana tersebut karena masih dalam pembahasan
internal perusahaan.
Harga lahan reklamasi yang lebih murah dibanding
membebaskan tanah di wilayah Jakarta juga diungkapkan Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta. Mereka memperkirakan biaya reklamasi sebesar Rp 5-6 juta per meter
persegi. Harga ini lebih murah dibandingkan dengan membeli tanah di Jakarta,
yang harganya Rp 7-11 juta per meter persegi. Biaya membeli tanah di Jakarta
masih bisa bertambah jika harus melakukan pembebasan karena sudah ditempati.
“Membangun di lahan reklamasi, faktor sosialnya kecil karena tidak perlu
ribut-ribut masalah pembebasan lahan,” kata Asisten Pembangunan Pemprov DKI
Jakarta Wiriyatmoko. Selain itu, membangun properti di lahan reklamasi termasuk
strategis karena berada di Jakarta, dekat dengan bandara dan pelabuhan serta
lokasi bisnis di kawasan Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Pengembang tidak akan
memperoleh situasi strategis seperti ini jika membangun di luar Jakarta.
Pemerintah juga memberikan konsesi berupa hak guna bangunan (HGB) kepada
pengembang untuk membangun kawasan permukiman dan komersial di atas lahan hasil
reklamasi. Status hak guna bangunan ini berlaku selama 30 tahun dan dapat
diperpanjang hingga 20 tahun. Sedangkan pemerintah mendapat hak pengelolaan
lahan (HPL) alias mengawasi penggunaan tanah agar sesuai dengan peruntukannya.
“Swasta dapat konsesi HGB, sedangkan HPL atas nama Pemprov DKI,” tutur Wiriyatmoko.
Pemerintah Jakarta bersemangat dengan proyek reklamasi karena juga bakal
diuntungkan. Pemerintah provinsi mendapat jatah dari proyek reklamasi ini.
Menurut Budi Karya Sumadi, Direktur PT Jakarta Propertindo—perusahaan
Pemerintah Provinsi Jakarta yang bertugas mengkoordinasi proyek
reklamasi—pemerintah provinsi juga mendapat jatah 30 persen dari total lahan
hasil reklamasi dan 5 persen retribusi.
Apalagi kewajiban membangun fasilitas
umum dan sosial diserahkan kepada tutur Archied. Intiland adalah salah satu
dari 8 perusahaan pengembang properti yang akan ikut dalam proyek reklamasi.
Lokasi yang didapat Intiland tidak jauh dari Pantai Mutiara. Mereka
menjadwalkan proses menguruk dimulai pada kuartal pertama 2015 dan berlangsung
selama 3 tahun. Setelah itu, selama 2 tahun berikutnya bakal dimulai proses
konstruksi hunian dan kawasan komersial dan pengembang, sehingga
pemerintah daerah tidak perlu keluar uang. “Tapi pembangunan fisik setelah
reklamasi tidak ada tenggat, tergantung kemampuan masing-masing pengembang,”
ujar Budi. Bagi pengembang, mereka tidak keberatan menjalankan kewajiban ini
karena mereka menganggapnya sebagai CSR (corporate social responsibility).
“Ada kewajiban dari Pemprov DKI yang mesti dijalankan, hal itu merupakan CSR
dan sedang kami siapkan dalam anggaran,”
No comments:
Post a Comment