Generasi Digital
YANG
‘BEDA’
ANAK
ZAMAN SEKARANG BEDA. TAK BISA DIASUH DENGAN CARA-CARA LAMA. BENARKAH?
USIANYA baru 2 tahun. Tapi Shira sudah akrab dengan yang namanya komputer
tablet. Tangan mungilnya mahir menyentuh tombol-tombol saat memainkan game
favoritnya. Dia memang belum bisa membaca. Namun dia sudah hafal mana tombol
untuk masuk ke dalam permainan dan mana tombol untuk keluar dari permainan.
Anak zaman sekarang
memang beda. Rasa- nya zaman dulu tak bisa lagi jadi tolok ukur anak-anak zaman
sekarang. “Karena memang karakteristiknya juga beda,” ujar psikolog anak
Elizabeth T. Santosa. Perempuan cantik yang akrab disapa Lizzie itu mengatakan
anak-anak era digital memiliki karakteristik yang lebih kompleks. Salah satu
yang paling menonjol adalah menyukai kepraktisan. Selain itu, anak-anak zaman
sekarang memiliki ambisi besar, instan, cinta kebebasan, percaya diri, ingin
diakui, dan menyukai hal-hal berbau digital serta teknologi informasi. Jadi
jangan heran jika ada anak 5 tahun yang menyuruh orang tuanya menonton YouTube
agar bisa mengetahui cara membuat kue atau penganan favoritnya. Dengan
fakta-fakta itu, mau tak mau orang tua seakan di- wajibkan mengubah pola
pengasuhan terhadap anak. Lizzie mengakui membesarkan anak di era digital bukan
perkara mudah.
Dunia Internet dengan
segala macam keterbukaan bisa menjadi dunia kejam untuk siapa saja, apalagi
anak-anak yang belum matang secara psikologis. Dan meskipun saat ini media
sosial hanya boleh diakses untuk anak yang sudah berusia 13 tahun, ternyata
banyak juga anak-anak yang belum genap 10 tahun sudah memiliki akun media
sosial. Ada banyak sekali bahaya yang mengancam anak-anak dan remaja yang
kecanduan media sosial. Salah satunya adalah anak-anak belum berpikir ke depan soal
zona privasi yang bisa mengancamnya. Nah, di sinilah salah satu peran
pendampingan orang tua. Mereka sebaiknya menyampaikan kepada anak-anak agar
memahami bahwa mereka belum cukup umur untuk bergabung dengan media sosial.
Dengan pendampingan orang tua, dunia Internet juga bisa memberi hal positif
untuk anak-anak.
Bahkan, melalui Internet,
anak- anak bisa mengembangkan ide-ide kreatifnya. Jika orang tua tidak selalu
bersama anak, Lizzie menyarankan agar orang tua merangkul dan memberi pemahaman
kepada pengasuh untuk mengawasi kegiatan anak bersama Internet. “Mereka kan
semacam perpanjangan ta- ngan orang tua untuk mendidik anak-anak,” kata Lizzie.
SEBAIKNYA TAK DILARANG
Mungkin karena tak ingin anaknya terkena dampak buruk Internet,
banyak orang tua akhirnya melarang anak-anak bermain deng- an gadget.
Namun, menurut Lizzie, larangan juga bukan tindakan bijak. Menurut dia,
melarang anak-anak hanya akan membuat anak tertekan. Selain itu, anak- anak
menjadi kurang berkembang. Padahal, dengan Internet, mereka bisa mendapatkan
ide-ide brilian.
Lizzie pun menyarankan agar orang tua tidak melarang, tapi membatasi
anak-anak bermain bersama gadget. Misalnya dengan membuat jadwal berapa
jam dalam sehari boleh memegang gadget. “Atau bisa saja membuat
kesepakatan deng- an anak, ka p an waktu
yang mereka inginkan, orang tua tinggal mengatur waktunya,” ujar penulis buku Raising
Children in Digital Era itu.
Psikolog Roslina Verauli
juga sepakat bahwa gadget bisa menjadi media belajar untuk anak- anak.
Namun orang tua sebaiknya memberi- kan gadget kepada anak-anak sesuai
porsinya. Menurut Roslina, anak-anak sebaiknya ber- main gadget hanya
satu sampai dua jam sehari. Jika lebih dari itu, anak-anak bisa kecanduan dan
menyebabkan hal-hal yang merugikan. “Kalau lebih, berarti proses pembelajaran
tidak tepat, jadi tidak sehat,” katanya. Roslina pun berharap para orang tua
tidak menjadikan gadget sebagai babysitter dadak-an, meskipun
orang tua tersebut sangat sibuk dan tidak ingin anaknya rewel. Orang tua
sebaiknya tetap menyempatkan diri
bermain bersama anak, entah itu sekadar membacakan cerita atau sekadar obrolan
sebelum anak-anak tidur. “Percuma kalau belajar gadget tapi tidak ada
supervisi dari orang tua. Nanti anak ha- nya akan bergantung pada gadget,”
katanya. Seperti yang dilakukan Lulu, seorang ibu satu anak. Dia membiarkan
anaknya bermain dengan tablet selama diawasi, baik olehnya
sendiri maupun pengasuh anak.
Selain itu, Lulu
menerapkan jam bersama gadget untuk anaknya. Dalam
sehari, anak Lulu, yang masih berusia 5 tahun, hanya boleh bermain gadget
selama dua jam. “Sisanya, dia biasanya beraktivitas fisik, seperti bermain
sepeda atau bola di halaman rumah,” katanya.
ADELINE WAHYU | KEN YUNITA
MAJALAH DETIK 19 - 25 OKTOBER 2015
No comments:
Post a Comment