Tuesday, January 5, 2016

Generasi Digital

Generasi Digital

YANG ‘BEDA’
ANAK ZAMAN SEKARANG BEDA. TAK BISA DIASUH DENGAN CARA-CARA LAMA. BENARKAH?


      USIANYA baru 2 tahun. Tapi Shira sudah akrab dengan yang namanya komputer tablet. Tangan mungilnya mahir menyentuh tombol-tombol saat memainkan game favoritnya. Dia memang belum bisa membaca. Namun dia sudah hafal mana tombol untuk masuk ke dalam permainan dan mana tombol untuk keluar dari permainan.
      Anak zaman sekarang memang beda. Rasa- nya zaman dulu tak bisa lagi jadi tolok ukur anak-anak zaman sekarang. “Karena memang karakteristiknya juga beda,” ujar psikolog anak Elizabeth T. Santosa. Perempuan cantik yang akrab disapa Lizzie itu mengatakan anak-anak era digital memiliki karakteristik yang lebih kompleks. Salah satu yang paling menonjol adalah menyukai kepraktisan. Selain itu, anak-anak zaman sekarang memiliki ambisi besar, instan, cinta kebebasan, percaya diri, ingin diakui, dan menyukai hal-hal berbau digital serta teknologi informasi. Jadi jangan heran jika ada anak 5 tahun yang menyuruh orang tuanya menonton YouTube agar bisa mengetahui cara membuat kue atau penganan favoritnya. Dengan fakta-fakta itu, mau tak mau orang tua seakan di- wajibkan mengubah pola pengasuhan terhadap anak. Lizzie mengakui membesarkan anak di era digital bukan perkara mudah.
     Dunia Internet dengan segala macam keterbukaan bisa menjadi dunia kejam untuk siapa saja, apalagi anak-anak yang belum matang secara psikologis. Dan meskipun saat ini media sosial hanya boleh diakses untuk anak yang sudah berusia 13 tahun, ternyata banyak juga anak-anak yang belum genap 10 tahun sudah memiliki akun media sosial. Ada banyak sekali bahaya yang mengancam anak-anak dan remaja yang kecanduan media sosial. Salah satunya adalah anak-anak belum berpikir ke depan soal zona privasi yang bisa mengancamnya. Nah, di sinilah salah satu peran pendampingan orang tua. Mereka sebaiknya menyampaikan kepada anak-anak agar memahami bahwa mereka belum cukup umur untuk bergabung dengan media sosial. Dengan pendampingan orang tua, dunia Internet juga bisa memberi hal positif untuk anak-anak.
     Bahkan, melalui Internet, anak- anak bisa mengembangkan ide-ide kreatifnya. Jika orang tua tidak selalu bersama anak, Lizzie menyarankan agar orang tua merangkul dan memberi pemahaman kepada pengasuh untuk mengawasi kegiatan anak bersama Internet. “Mereka kan semacam perpanjangan ta- ngan orang tua untuk mendidik anak-anak,” kata Lizzie.
SEBAIKNYA TAK DILARANG
Mungkin karena tak ingin anaknya terkena dampak buruk Internet, banyak orang tua akhirnya melarang anak-anak bermain deng- an gadget. Namun, menurut Lizzie, larangan juga bukan tindakan bijak. Menurut dia, melarang anak-anak hanya akan membuat anak tertekan. Selain itu, anak- anak menjadi kurang berkembang. Padahal, dengan Internet, mereka bisa mendapatkan ide-ide brilian.
Lizzie pun menyarankan agar orang tua tidak melarang, tapi membatasi anak-anak bermain bersama gadget. Misalnya dengan membuat jadwal berapa jam dalam sehari boleh memegang gadget. “Atau bisa saja membuat kesepakatan deng- an anak, ka  p an waktu yang mereka inginkan, orang tua tinggal mengatur waktunya,” ujar penulis buku Raising Children in Digital Era itu.
     Psikolog Roslina Verauli juga sepakat bahwa gadget bisa menjadi media belajar untuk anak- anak. Namun orang tua sebaiknya memberi- kan gadget kepada anak-anak sesuai porsinya. Menurut Roslina, anak-anak sebaiknya ber- main gadget hanya satu sampai dua jam sehari. Jika lebih dari itu, anak-anak bisa kecanduan dan menyebabkan hal-hal yang merugikan. “Kalau lebih, berarti proses pembelajaran tidak tepat, jadi tidak sehat,” katanya. Roslina pun berharap para orang tua tidak menjadikan gadget sebagai babysitter dadak-an, meskipun orang tua tersebut sangat sibuk dan tidak ingin anaknya rewel. Orang tua sebaiknya tetap menyempatkan diri bermain bersama anak, entah itu sekadar membacakan cerita atau sekadar obrolan sebelum anak-anak tidur. “Percuma kalau belajar gadget tapi tidak ada supervisi dari orang tua. Nanti anak ha- nya akan bergantung pada gadget,” katanya. Seperti yang dilakukan Lulu, seorang ibu satu anak. Dia membiarkan anaknya bermain dengan tablet selama diawasi, baik olehnya
sendiri maupun pengasuh anak.
     Selain itu, Lulu menerapkan jam bersama  gadget untuk anaknya. Dalam sehari, anak Lulu, yang masih berusia 5 tahun, hanya boleh bermain gadget selama dua jam. “Sisanya, dia biasanya beraktivitas fisik, seperti bermain sepeda atau bola di halaman rumah,” katanya.

ADELINE WAHYU | KEN YUNITA

MAJALAH DETIK 19 - 25 OKTOBER 2015

No comments:

Post a Comment